Rabu, 11 Februari 2015

WARISAN LELUHUR PRANOTO MONGSO



PRANOTO MONGSO

Pengetahuan tentang keadaan dan jalan musim sangat dibutuhkan bagi setiap orang yang bergerak dibidang pertanian.Sebagai dasar untuk menetukan musim itu, diambil perhitungan tentang keadaan dan jalanya bintang bintang yang tertentu dilangit.

Dengan pranata mangsa ini, waktu didalam setahun dibagi menjadi 12 musim.
Persesuaian dengan bulan masehi dan keadaan alam serta sifat mangsa / musim adalah sebagai berikut :
             I.      Kasa dari tanggal 23 Juni sampai 2 Agustus ( 41 hari )
Perlambangnya : Sesotya murco saking ngembana (Permata jatuh dari tempat Permatanya)
Angin : dari timur laut ke barat daya
Hawa : Siang hari panas dan malam hari dingin.
Keadaan alam : Musim gugur daun tanah mulai kering. Binatang serangga mulai bertelur, mata air sudah kecil.
Saat untuk : Persiapan untuk tanam palawija disawah.

          II.      Karo dari tanggal 2 agustus sampai 26 agustus ( 23 hari )
Perlambangnya :  Bantolo rengko ( tanah merekah )
Angin : dari timur laut ke barat daya
Hawa               :   Siang hari panas dan malam hari dingin.
Keadaan alam  :   Tanah menjadi kering mulai perah tela.
Saat untuk       :    Tanaman palawija disawah mulai tumbuh.

       III.      Katelu dari tanggal 26 Agustus sampai 19 September ( 24 hari )
Perlambangnya :  Reseni ( segar, akar mulai menjalar )
Angin  : utara ke selatan, jalanya sedang
Hawa : Kering dan panas.
Keadaan alam : Gadung, temu, bumbu, tampak mulai tumbuh.
Saat untuk : Tanaman palawija berbunga sampai berbuah

       IV.      Kapat dari tanggal 19 September sampai 13 Oktober ( 25 hari )
Perlambangnya : Lumanding resmi ( riang gembira )
Angin : dari Barat laut ke tenggara, sepoi sepoi.
Hawa : Kering dan panas.
Keadaan alam  :mata air banyak menjadi kering, burung burung manya  membuat sarangnya. Pohon randu berbuah. Gadung – temu  dan bumbu bertunas, mangga mulai masak.
Saat untuk : Menanam palawija.
          V.      Kalima dari tanggal 13 Oktober sampai 9 Nopember ( 27 hari )
Perlambangnya :  Pancuran semawur iang jagat ( hujan mulai turun )
Angin : dari barat laut ke tenggara, kuat dan kadang kadang diiring hujan.
Hawa : Mulai basah
Keadaan alam  :   Pohon asam berdaun, ular lalat mulai keluar, gadung ubi mengeluarkan daun muda, mangga mulai masak.
Saat untuk : Menanam dihuma dan persiapan penanaman padi sawah.

       VI.      Kanem dari tanggal 09 Nopember sampai 22 Desember  ( 43 Hari )
Perlambangnya :  Nikmating rasa mulyo ( tumbuh rasa bahagia )
Angin : dari barat ketimur, keras dan tempo tempo badai.
Hawa : basah dan dingin karena angin dan hujan.
Keadaan alam : rambutan, durian dan manggis mulai masak.
Saat untuk : Menanam padi di sawah

     VII.      Kapitu dari tanggal 22 Desember sampai 03 Pebruari ( 43 hari )
Perlambangnya Guci pecah inag lautan ( mata air menjadi besar )
Angin datang dari barat, tetapi tidak tetap keadaanya.
Hawa amat basah, dingin, banyak hujan.
Keadaan alam Sumber air tambah besar, sering banjir. Burung gelisah karena sulit cari makan.
Saat untuk melanjutkan penanaman padi jangan melewati musim ini.

 VIII.      Kawolu dari tanggal 03 Pebruari sampai 01 Maret ( 27 hari )
Perlambangnya : Puspa ajrah jroning kayun ( ibaratnya bungaberhamburan di sanubari seseorang ).
Angin  dari barat daya ke timur laut, keras dan tempo tempo berbolak - balik, hawa mulai panas.
Hawa : basah, hujan agak berkurang, hawa mulai panas.
Keadaan alam : Binatang kecil kecil terbang kesana- sini (kunang dan sebagainya). Burung burung tenggerek menggerekan  suaranya.
Saat untuk panen jagung ditanah kering, tanaman padi menghijau.

       IX.      Kasanga dari tanggal 01 Maret sampai 26 Maret ( 25 hari )
Perlambangnya : wedaling wecana ( terdengarnya bunyi- bunyian alam burung dan sebagainya .
Angin : datang dari selatan tetap dan kuat.
Hawa : hujan berkurang, gledek banyak terdengar hawa masih basah.
Keadaan alam             :  -
Saat untuk masaknya jeruk manis, duku, gandaria.

          X.      Kasadasa dari tanggal 26 maret sampai 19 april ( 24hari )
Perlambangnya, gedong minep jroning kalbu ( mengibaratkan akan kepuasan sanubari )
Angin dari tenggara tetap kuat.
Hawa hujan terus berkurang, hawa masih basah.
Keadaan alam burung – burung ramai membuat sarangnya.
Saat untuk Panen padi huma dan sawah.

       XI.      Desta dari tanggal 19 April sampai 12 Mei ( 23 hari ).
Perlambangnya , pemangkas sinoro wedi ( Petani sedang sibuk panen  padi ).
Angin dari timur ke barat sepoi.
Hawa siang panas malam dingin. Hujan turun sewaktu- waktu
Keadaan alam burung mengeram.
Saat untuk Panen padi sawah, panen tanaman yang berumbi.

    XII.      Sadha dari tanggal 12 Mei sampai 22 Juni ( 41 hari )
Perlambangnya , tirto syah saking sasono ( air hujan meninggalkan alamnya ).
Angin, dari timur ke barat sepoi.
Hawa siang panas, malam dingin, hujan turun sewaktu - waktu
Keadaan alam buah buahan seperti jerruk keprok, nanas, kepel, kesemek, asem mulai masak.
Saat untuk selaesainya panen padi sawah.

CARA MENENTUKAN TYPE CURAH HUJAN DENGAN SISTEM SCHMIDT – FERGUSON.
            Bulan kering apabila rata rata hujan 1 bulan kurang dari 60 m.m
            Bulan basah apabila rata rata hujan 1 bulan lebih dari 100 m.m
       
 Type curah hujan menurut SCHMIDT – FERGUSON digolongkan menjadi 8 ialah A sampai H,
          untuk menentukan curah hujan ini biasanya diambil data curah hujan 10 tahun terachir.
          Q = (Rata rata jumlah bulan kering :   Rata rata jumlah bulan basah) x 100
         Q = Quotient Bulan kering : bulan basah.

Daerah type hujan A – Q        =          0          -           14,2 %
Daerah type hujan B – Q        =          14,3     -           33,2 %
Daerah type hujan C – Q        =          33,3     -           59,9 %
Daerah type hujan D – Q        =          60,0     -           99,9 %
Daerah type hujan E – Q        =          100      -           166,9 %
Daerah type hujan F – Q         =          167      -           299,9 %
Daerah type hujan G – Q        =          300      -           699,9 %
Daerah type hujan H – Q        =          700%   -           Keatas


Sejarah Singkat Novel dan Cerpen Indoinesia

1) Sejarah singkat Novel Indonesia


a) Masa Awal Novel Indonesia (1870-1900)


Masa ini didorong oleh kebutuhan menyediakan bahan bacaan bagi pribumi, Indo-Belanda, dan orang-orang Asia Timur lainnya. Apalagi setelah munculnya cultur stelsel (1856).

Masa ini ditandai dengan munculnya novel tertua Lawah-lawah Merah, karya Saduran yang ditulis E.F. Wiggers. Pada tahun 1896 terbit sebuah novel Hikayat Nyai Dasima, karya G. Francis. Pada masa ini penerbitan didominasi oleh terjemahan karya-karya Julius Verne dan Alexander Dumas.

b) Masa Novel Melayu Rendah (1900-1950)

Masa ini terdiri atas beberapa masa. Pertama, masa Lim Kim Hok (1884-1910). la menulis Syair Siti Akbari (1884). Sementara itu, pengarang yang semasa dengannya Oei Soei Tiong menulis Nyai Alimah (1904).

Kedua, masa perkembangan (1911-1923). Masa ini ditandai keberagaman tema novel yang ditulis. Pengarang yang menonjol pada masa ini ada dua orang. Gow Peng Liang menulis Lo Fen Koei (1903), Thio Tjin Boen menulis Oey Se (1903), dan Nyai Soemirah (1917).
Ketiga, masa cerita bulanan (1924-1945). Pada masa ini novel terbit setiap bulan. Pengarang yang menonjol pada masa ini adalah Kwee Tek Hoay. Ia menulis Boenga Roos dari Tjikembang (1927).
Keempat, Masa akhir (1945-1960-an). Masa ini ditandai dengan cerita bersambung dalam majalah Star Weekly.

Perlu dicatat kemunculan dua pengarang berhaluan sosialis. Pertama, Mas Marco Kantodikromo menulis Mata Gelap (1914), Student Hidjo (1919), Si Bedjo Jurnalis Berontak (1919), R.A. Tien (1919), dan Rasa Merdeka (1924). Kedua, Semaun antara lain menulis Hikayat Kadiroen (1922).


c) Masa Novel Balai Pustaka (1920-1950)


Pada awalnya Balai Pustaka (22 September 1917) bernama Komisi Bacaan Rakyat dan Pendidikan Pribumi (14 September 1908). Lembaga itu didirikan karena dua sebab. Pertama, berkembangnya bahasa Melayu Pasar atau Melayu Rendah. Kedua, tersebarnya `faham' yang membahayakan pemerintah jajahan melalui pers dan novel-novel Melayu Rendah.

Novel yang diterbitkan Balai Pustaka pertama kali justru novel berbahasa Sunda yaitu Baruang Ka Nu Ngarora, DK. Adriwinata (1914). Novel berbahasa Indonesia yang pertama yaitu Azab dan Sengsara.
Pada masa ini pengarang Sumatera begitu dominan. Baru pada dasawarsa 1930-an muncul pengarang-pengarang dari daerah lain seperti I. Gusti Nyoman Pandji Tisna, M.R. Dayoh, dan lain-lain. Sekalipun demikian Raja Balai Pustaka, Nur Sutan Iskandar masih terus menulis sampai tahun 1945-an


d) Masa Peralihan (1930-1945)


Masa ini dikenal sebagai masa Pujangga Baru (1933). Gerakan intelektual yang dipimpin Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Amir Hamzah, selain menerbitkan majalah kebudayaan, juga menerbitkan novel. Novel Belenggu (1940), Armijn Pane dan Layar Terkembang (1936), Sutan Takdir Alisjahbana diterbitkan Pujangga Baru dan berbeda dengan novel-novel Balai Pustaka (kecuali Salah Asuhan).
Pada masa peralihan ini terbit pula Palawija, Karim Halim sebagai propaganda perang Jepang. Namun, pada masa inipun berkembang pula "Sastra Bawah Tanah" yang bersifat nasionalisme. Mereka melanjutkan apa yang dirintis Pujangga Baru. Mereka itu antara lain Chairil Anwar, Usman Ismail, dan Idrus.


e) Masa Setelah Kemerdekaan (1945-1955)


Pengarang-pengarang yang produktif masa ini setidaknya ada empat orang. Pertama, Achdiat Kartamihardja menulis Atheis (1948). Kedua Mochtar Lubis menulis Tak Ada Esok (1951), Jalan Tak Ada Ujung (1952). Ketiga, Pramudya Ananta Toer menulis Perburuan, Keluarga Gerilya, dan Di Tepi Kali Bekasi
(1950), Mereka yang Dilumpuhkan (1951/1952). Keempat, ldrus menulis Perempuan dan Kebangsaan (1950), juga novelet Aki (1950).

Karya-karya tersebut berkisar tentang masa penjajahan Jepang atau masa revolusi. Para pengarang ini juga menulis pada masa berikutnya.


f) Masa Mutakhir (1955-Sekarang)


Masa mutakhir baru mulai tahun 1970-an, terutama setelah terbitnya majalah Horison (1966). Majalah tersebut menjadi ajang eksperimen bagi banyak pengarang.
1970-an lahirlah novel- novel Putu Wijaya dan Iwan Simatupang. Budi Darma menulis 1980-an. Novel-novel pada masa ini memiliki ciri mencolok dengan munculnya idiom-idiom nonkonvensional. Novel-novel tersebut memang tidak harus "mirip" dengan kenyataan historis. Tradisi ini sebenarnya telah dirintis oleh Armijn Pane dalam Belenggu.


2) Sejarah Singkat Cerpen Indonesia

Perkembangan cerpen Indonesia terbagi atas beberapa dekade berikut.

a) Dekade 30-an, yaitu masa awa1 pertumbuhan cerpen yang dimulai pertengahan tahun 30-an sampai dengan tahun 40-an, para pengarangnya antara lain Muhammad Kasim, Suman HS, Armijn Pane, dan Idrus.

b) Dekade 40-an, meliputi masa 1945 sampai dengan 1955. Para penulis pada masa ini antara lain Pramudya Ananta Toer, Achdiat Kartamihardja, Moehtar Lubis, Trisno Sumardjo, dan Asrul Sani.

c) Dekade 50-an, meliputi penulis Kisah dan Sastra. Para penulis pada masa ini antara lain Nugroho Notosusanto, Soebagio Sastrowardoyo, Riyono Pratikno, N.H. Dini, Trisnoyuwono, Ajip Rosidi, Bur Rasuanto, Alex Leo, A.A. Navis, S.M. Ardan, Djamil Suherman, dan Motinggo Busye.

d) Dekade 60-an, yaitu mereka yang menulis sejak Horison (1966-an) terbit hingga sekarang. Para penulis itu antara lain Wildan Yatim, Umar Kayam, Budi Darma, Putu Wijaya, dan Danarto. Tentu saja lahir kemudian generasi selanjutnya seperti Seno Gumira Ajidarma, dkk yang menulis pada tahun 1980-1990-an.

Penting juga dikemukakan orientasi cerita pendek Indonesia. Orientasi tersebut sebagai berikut.
a) Orientasi cerita rakyat, dipelopori oleh Muhammad Kasim dan Suman HS.
b) Orientasi sosial zamannya, dipelopori oleh Hamka dan Idrus.
c) Orientasi ide kedalaman, dipelopori oleh Armijn Pane.